prinsip cermin sferis

Kamis, 25 Maret 2010 09.15 Diposting oleh MELLY ARISKA 0 komentar

PRINSIP KERJA CERMIN CEMBUNG


Pendahuluan
cermin adalah Cermin yang dibuat paling awal adalah kepingan batu mengkilap seperti obsidian, sebuah kaca volkanik yang terbentuk secara alami. Cermin obsidian yang ditemukan di Anatolia (kini Turki), berumur sekitar 6000 SM. Cermin batu mengkilap dari Amerika tengah dan selatan berumur sekitar 2000 SM. Cermin dari tembaga yang mengkilap telah dibuat di Mesopotamia pada 4000 SM dan di Mesir purba pada 3000 SM. Di China, cermin dari perunggu dibuat pada 2000 SM.
Cermin kaca berlapis logam diciptakan di Sidon (kini Lebanon) pada abad pertama M,dan cermin kaca dengan sandaran dari daun emas disebutkan oleh seorang pengarang dari Romawi bernama Pliny dalam buku Natural History miliknya, yang dikarang sekitar tahun 77 M. Orang Romawi juga mengembangkan teknik menciptakan cermin yang kasar dari kaca hembus yang dilapisi dengan timah yang dilelehkan.Cermin parabola pantul pertama kali dideskripsikan oleh fisikawan dari Arab bernama Ibn Sahl pada abad 10. Ibn al-Haytham mendiskusikan cermin cembung dan cekung dalam geometri bola dan tabung, melakukan beberapa percobaan dengan cermin, dan menyelesaikan permasalahan menemukan titik di sebuah cermin cembung dimana sinar yang datang dari satu titik dipantulkan ke titik yang lain.[9] pada abad 11, cermin kaca yang jernih diproduksi di Al-Andalus.
Pada awal Abad Renaisans, orang Eropa menyempurnakan metode melapisi kaca dengan amalgam timah-raksa. Baik tanggal serta lokasi penemuan itu masih belum diketahui, tapi pada abad ke-16, Venesia, sebuah kota yang terkenal dengan keahilan membuat kaca, menjadi pusat produksi cermin dengan mempergunakan teknik ini. Cermin kaca dari periode itu dulunya merupakan barang mewah yang amat mahal.
Justus Liebig menemukan cermin kaca pantul di tahun 1835. Prosesnya melibatkan pengendapan lapisan perak metalik ke kaca melalui reduksi kimia perak nitrat. Proses melapisi kaca dengan substansi bersifat reflektif (silvering) ini diadaptasi untuk memproduksi cermin secara massal. Saat ini, cermin sering diproduksi dengan pengendapan vakumnya aluminium (atau terkadang perak) langsung ke substrat kaca.
Cermin awalmya terbuat dari kepingan atau lembaran logam mengkilap, biasanya logam perak atau tembaga apabila bayangan yang dipantullan kembali adalah untuk dilihat tetapi juga bisa dari logam lain apabila hanya digunakan untuk memfokuskan cahaya.
Kebanyakan cermin moden terdiri dari lapisan tipis aluminium disalut dengan kepingan kaca. Cermin ini disebut "sepuh belakang" (back silvered), di mana permukaan memantul dilihat melalui kepingan kaca. Pelapisan cermin dengan kaca membuat cermin tahan, tetapi mengurangi kualitas cermin karena tambahan biasan permukaan depan kaca. Cermin seperti ini membalikkan sekitar 80% dari cahaya yang datang. "Bagian belakang" cermin sering dicat hitam sepenuhnya untuk melindung logam dari pengikisan.
Teleskop dan peralatan optik yang lain menggunakan cermin “sepuh depan" (front silvered), di mana permukaan pemantul diletakan di permukaan kaca, yang memberikan kualitas bayangan lebih baik. kadang perak digunakan, tetapi kebanyakannya cermin ini menggunakan aluminum, yang memantulkan gelombang pendek lebih baik dari perak.
Cermin sepuh depan memantulkan 90% hingga 95% dari cahaya datang.
Karena logam berkarat dengan adanya oksigen dan kelembapan, cermin sepuh hadapan perlu diganti permukaannya secara berulang untuk mempertahankan kualitas. Cara lain adalah, tentunya, menggunakan tempat vakum untuk menaruh cermin ini.
Kepantulan
Kepantulan pelapisan cermin bergantung pada panjang gelombang cahaya dan juga pada logam itu sendiri, hal ini digunakan dalam kerja optik untuk menghasilkan cermin sejuk dan panas. Cermin sejuk dihasilkan dengan menggunakan substrat transparan dan bahan pelapisan yang memantulkan lebih banyak cahaya nampak dan merambatkan kurang cahaya inframerah. Cermin panas adalah kebalikannya, lebih memantulkan cahaya inframerah. Permukaan cermin kadang diberikan pelapisan tambahan (overcoating) untuk mengurangi degradasi permukaan dan meningkatkan kepantulan pada Bagian-Bagian spektrum yang akan digunakan. Misalnya, cermin aluminum biasanya dilapisi dengan magnesium florida. Kepantulan sebagai fungsi penjang gelombang bergantung kepada ketebalan pelapisan dan bagaimana lapisan tersebut diletakkan.
Untuk pekerjaan optical ilmiah , cermin dielektrik biasanya digunakan. Cermin tersebut merupakan substrat kaca (atau kadang-kadang bahan lain) di satu atau beberapa lapisan dielektrik diendapkan, untuk membentuk sebuah lapisan optik. Dengan berhati-hati memilih tipe serta ketebalan lapisan dielektrik, jangkauan panjang gelombang dan jumlah cahaya yang terpantul dari cermin bisa diperinci. Cermin terbaik dari tipe ini mampu memantulkan 99.999% cahaya (dalam sebuah jangkauan panjang gelombang yang sempit) dan sering digunakan dalam laser. Dalam sebuah cermin bidang, berkas sinar yang sejajar mengalami perubahan arah secara keseluruhan, tapi masih tetap sejajar; bayangan terbentuk di sebuah cermin bidang merupakan bayangan maya, yang besarnya sama dengan objek aslinya. Ada pula cermin lengkung, dimana seberkas cahaya sejajar menjadi seberkas cahaya yang konvergen, yang sinarnya berpotongan dalam fokus (titik imagi) cermin. Yang terakhir adalah cermin cembung, dimana sebuah sinar yang sejajar menjadi tersebar (divergen), dengan sinar tersebar dari sebuah titik perpotongan "di belakang" cermin. Kekurangan dari lensa cekung yang berbentuk bola serta cermin cembung adalah tak bisa mengfokuskan sinar sejajar ke sebuah titik tunggal dalam kaitan dengan lanturan (aberasi) sferis. Reflektor parabola mengatasi masalah ini dengan membuat sinar sejajar yang datang (misalnya, cahaya dari sebuah bintang yang jauh) untuk difokuskan ke sebuah titik yang kecil; mendekati suatu titik yang ideal. Reflektor parabola tak cocok untuk mencitrakan benda terdekat karena sinar cahaya yang tidak sejajar.
Seberkas cahaya yang terpantul di cermin pada sebuah sudut pantul yang sama dengan sudut datang (jika ukuran sebuah cermin jauh lebih besar dari panjang gelombang cahaya). Jika berkas cahaya mendatangi permukaan cermin pada sudut 30° dari vertikal, lalu terpantul dari sudut datang dengan sudut 30° dari vertikal dalam arah yang berlawanan.



Gambar. 1 suatu sistem tertutup

Hukum ini secara matematis menuruti interferensi sebuah gelombang bidang di sebuah batas datar.Panas adalah energi yang ditransfer dari satu tempat ke tempat lain karena beda temperatur. Dalam abad ke tujuhbelas, Galileo, Newton dan ilmuwan lain umumnya mendukung teori ahli atom yunani kuno, yang menganggap panas sebagai wujud gerakan molekuler. Pada abad berikutnya, metode-metode dikembangkan untuk melakukan pengukuran jumlah panas yang meninggalkan atau masuk sebuah benda secara kuantitatif, dan ditemukan bahwa bila dua benda dalam kotak termis, maka jumlah panas yang meninggalkan satu benda sama dengan jumlah panas yang memasuki benda lainnya. Penemuan ini mengarah ke pengembangan teori tentang transfer panas yang terus berkembang pada abad ke sembilan belas.
Salah satu teori yang sangat sukses pada saat itu adalah teorema ekipartisi, sebuah hasil yang berasal dari mekanika klasik, yang menjelaskan tentang kapasitas panas gas dan padatan yang diukur. Menurut Tipler  (1998:629) teorema ini menyatakan bahwa bila suatu zat dalam keadaan setimbang, maka ada energi rata-rata sebesar   per molekul atau  per mol yang dikaitkan dengan tiap derajat kebebasan. Teori tentang kapasitas panas molar ini membuktikan nilai kapasitas panas molar berbagai gas yang dilakukan melalui eksperimen, baik gas monoatomik, diatomik maupun poliatomik. Teori ini sukses dan berhasil dalam menjelaskan tentang kapasitas panas molar tersebut. Akan tetapi memasuki abad ke dua puluh, teorema ini dinyatakan gagal oleh berbagai ilmuwan, karena teorema ekipartisi ini tidak memberikan penjelasan tentang alasan mengapa atom monoatomik tidak berotasi mengelilingi garis yang menghubungkan mereka dan mereka juga tidak bervibrasi,  selanjutnya para ilmuwan menemukan fakta baru bahwa gas diatomik rupanya memiliki dua derajat kebebasan lagi yang berhubungan dengan energi potensial dan energi kinetik vibrasi, namun menurut nilai-nilai hasil pengukuran kapasitas panas molar, gas diatomik rupanya tidak berotasi mengelilingi garis yang menghubungkan mereka dan mereka juga tidak bervibrasi.
Keberhasilan teorema ekipartisi dalam menjelaskan kapasitas panas gas sangat menarik karena dapat membuat kita memahami tentang struktur molekuler yang berkaitan dengan jumlah atom dan derajat kebebasan yang dimiliki atom tersebut seperti mengapa kapasitas panas molar (Cp dan Cv) dari gas yang berbeda tetapi jumlah atom dalam molekulnya sama mempunyai nilai yang hampir sama dan mengapa kapasitas panas molar pada volume tetap dan tekanan tetap (Cp dan Cv) dari gas dipengaruhi oleh jumlah atom dalam molekul, permasalahan ini dapat dijelaskan dengan menggunakan teorema ekipartisi yang berkaitan dengan panas jenis molar gas.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa walaupun teorema ekipartisi ini telah mendapatkan sukses yang luar biasa dalam menjelaskan kapasitas panas molar gas akan tetapi teorema ini juga mempunyai kegagalan yang sama luar biasanya. Oleh sebab itu, berlandaskan permasalahan diatas penulis akan membahas tentang pembuktian secara teoritik tentang nilai kapasitas panas molar berbagai gas yang terdapat dalam tabel hasil eksperimen kapasitas panas molar (Cp dan Cv). Namun dalam makalah ini penulis hanya akan meninjau keberhasilan dari teorema ekipartisi tersebut dalam menjelaskan kapasitas panas gas yang diukur melalui eksperimen sehingga dapat dibuktikan bahwa kapasitas jenis molar dipengaruhi oleh jumlah atom dalam molekul dan alasan mengapa nilai (Cp dan Cv) dari gas yang berbeda tetapi jumlah atomnya sama mempunyai nilai yang hampir sama.




Kapasitas panas dan Panas Jenis

Menurut Tipler (1998:598) menyatakan bahwa bila energi panas ditambahkan pada suatu zat, maka temperatur zat itu biasanya naik (pengecualian terjadi selama perubahan fasa, seperti bila air membeku atau menguap). Jumlah energi panas Q yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu zat adalah sebanding dengan perubahan temperatur dan massa zat itu:


dengan C adalah kapasitas panas zat, yang didefinisikan sebagai energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu zat dengan satu derajat. Panas jenis c adalah kapasitas panas per satuan massa:


Satuan energi panas adalah kalori, mula-mula didefinisikan sebagai jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur satu gram air satu derajat Celcius (atau satu Kelvin karena derajat Celsius dan Kelvin besarnya sama). Kalori sekarang didefinisikan dengan menyatakan dalam satuan SI untuk energi, yaitu joule:


1 kal = 4,148 J